
sebenarnya batik Tuban mirip dengan batik Cirebon pada pertengahan abad ke-19. Kemiripan ini terjadi pada penggunaan benang pintal dan penggunaan warna merah dan biru pada proses pencelupan. Namun, ketika Kota Cirebon mengalami perubahan dramatis dan diikuti dengan perubahan pada batiknya, batik Tuban tetap seperti semula. Batik Gedog sebenarnya hampir punah, sebab orang sudah tidak suka lagi memintal benang. Tetapi kalau membatik, orang masih senang. Sedangkan kalau memintal benang, sangat jarang orang mau. Paling hanya ibu-ibu tua yang mau karena sudah tidak mampu lagi mengolah sawah atau ladang. Ditambah lagi, menurut berita Detik.com pada tgl 14 Juni 2008 disebabkan harga bahan yang melambung tinggi karena dampak kenaikan harga minyak. Bagi warga Desa Kedungrejo, Kerek Kabupaten Tuban, pekerjaan yang paling baik sampai saat ini adalah bertani. Sedangkan batik hanya dibuat untuk mengisi waktu luang istilahnya di nomor duakan, jadi pada saat musim tanam, warga memilih menanam terlebih dahulu, dan apabila pada musim panen, warga sibuk dengan acara panen, jadi bagi warga,membatik itu hanya dibuat apabila ada waktu senggang, seperti sambil menunngu musim panen, barulah pengrajin itu membatik. “Jadi bagi warga desa, batik itu tidak penting.” Namun sekarang batik gedog sudah mulai menggeliat. Itu karena pembatik Tuban mulai menyadari bahwa batiknya unik dan cocok dengan selera masyarakat kelas menengah atas, termasuk turis mancanegara. Itu terbukti Batik Gedog sudah melanglang buana sampai ke luar negeri dan bahkan pengrajin batik dari daerah lain mengambil pewarna dan bahan kainnya dari pengrajin Tuban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar